Setelah pengumuman diterimanya saya ke dalam tim KKN, ada pertemuan dengan cluster sains dan teknologi. Karena ya tadi, geografi masuk rumpun saintek. Rapat perdana yang saya hadiri berlangsung di KPFT.
Momentum pertama ketemu saintek
Kedatangan saya ke KPFT bagaikan orang hilang. Saya belum kenal orang-orang baru ini yang bagi saya saat itu.... orang-orang asing yang akan masuk ke dalam kehidupan saya, dan akan memberi pengaruh tentunya. Yang dipikiran saya saat itu adalah... saya akan berhadapan dengan orang-orang baik. saya akan dipertemukan dengan kebaikan. Sugesti saya dari awal. Saat itu sainstek hanya terdiri 6 orang plus saya yang baru masuk. Hingga akhirnya saya bertemu dengan mereka. Sebenarnya hampir 50% kisah per-KKN-an saya lewati bersama mereka.
Jagung manis yang saya bawa berhasil dimakan oleh dua orang, yang, bagi saya, merupakan sinyal baik untuk sinergitas kami di tim KKN ini. Agenda kami saat itu adalah menyusun program. Jujur, hahahha *ketawa dulu* saya belum memahami apa-apa dalam procedural KKN-PPM. jadi pada saat itu asal waton ikut nyumbangin ide. Walaupun belum pernah ke lokasinya langsung, wilayah Desa Mergolangu bisaa diamati melalui citra. daaaan! isinya tutupan vegetasi dengan permukiman yang jaaaraang wkwkkw.
itulah kisah mini saya bertemu dengan tim skluster saintek. Bibit-bibit mitjin lovers.
----
Berbeda ceritanya, pertemuan saya dengan Tim KKN full, terjadi di pelataran Fakultas Psikologi UGM, karena kormanitnya berasal dari sana :). Dia adalah Atikah, manusia paling sabar dan "adem" yang pernah saya temui. Gaya memimpinnya lemah lembut. Saat itu tim kami masih 26 orang (kalo ga salah). Dan memang, ketika saya masuk, struktur kepengurusan tim sudah dibentuk. Tinggal melanjutkan aja progresnya. Utamanya adalah cari duit (re: danusan).
Tim kami mungkin berbeda dnegan tim lain. Ketika rapat dan disandingkan dengan beberapa tim KKN lain, kesan "adem" ada pada tim kami, mungkin juga karena pengaruh kormanitnya kali yaa hahahaa. Tapi saya senang. Orang-orang yang saya temui ini adalah orang-orang keren yang sederhana namun tetap berwibawa.
---
Kami berngkat pada 10 Juni 2017, menggunakan bus. Sempat ada tragedi, di mana kami harus keluar masuk bus karena salah armada. Haha. perjalanan kami tempuh hingga kantor kecamatan Kalibawang selama 3,5 jam, kemudian kami melanjutkan perjalanan menggunakan truk ke Desa Mergolangu dikarenakan aksesnya yang kurang memadai. Perjalanan yang kami tempuh menuju desa adalah sekitar satu setengah jam. Bertepatan dengan bulan Ramadhan, kami buka puasa di atas truk.
Sesampainya di sana, kami berkumpul di Kantor Desa untuk disambut dan pembagian orang tua asuh. Satu rumah (pondokan) terdiri atas dua orang. Ketika pembagian, nama Kelurga Kahono muncul sebagai orangtua asuh saya, daan, saya juga memiliki "pasangan" alias saudara di pondokan, yaitu Hitznaiti Husna. Gadis jawa asal fakultas teknik, prodi teknik geologi, menjadi teman sekasur saya selama 56 hari kedepannya, menjadi orang yang tau cerita-cerita saya pada hari-hari berikutnya, dan tentu, menjadi orang yang pertama kali saya lihat saat bangun tidur selama 56 hari berikutnya.
---
Fajar pertama saya dan Husna di tempat pengabdian. Kami telat bangun karena kecapaian sorenya perjalanan. Ibu dan Bapak (begitu kami memanggil 'orangtua baru' kami) telah menyiapkan makanan untuk kami. Awal-awal, canggung itu ada. Saya dan Husna masih gengsi, akhirnya kami hanya makan sedikit. Hehe.
Ada kebiasaan baik yang ibu tanamkan kepada kami: shalat subuh berjamah di mushalla. Jadi, selepas sahur, kami langsung wudhu dan ke mushalla. Mergolangu merupakan wilayah pegunungan, sehingga di sana pada dini hari sangat dingin sekali. suhu rata-ratanya saja 19 derajat celcius. Di pagi hari bias mencapai 15 derajat. Saya, Husna, Ibu, dan Bapak pergi ke mushalla bersama-sama dengan jalan kaki. Tanpa lampu jalan. kami menggunakan senter dan berjalan perlahan menuju mushalla. Sambil menahan dingin tentunya.
Pulang dari mushalla, saya dan Husna membiasakan kebaikan-kebaikan di pagi hari, yang menjadi kebiasaan kami selama 56 hari berturut-turut tentunya.
Pagi menyapa, matahari di Mergolangu tetap teduh seperti biasa, sederhana.
Pagi, embun, dan sepoi angin di Mergolangu selalu mengajarkan tentang kebaikan,
bahwa..
Kebaikan adalah sesuatu yang lahir, tumbuh, dan terus berkembang.
Maka tugas kita adalah menghidupkannya!
Cerita ini akan berlanjut, dengan berbagai ekspresi kesyukuran tentunya!
Salam,
Yogyakarta, 10/10/17 02.05 WIB
0 comments