Alam dan Keseimbangan: Mengenal Karhutla dan Zoonotic Disease Penyebab Pandemi

By Futuha Sara - 21.55



Pernah dengar gak sih, kalau dunia ini diciptakan dengan sangat teliti dan penuh dengan keseimbangan? Termasuk alam (nature) dan lingkungan, yang konon terdiri dari 3 komponen utama: Abiotic, Biotic, Culture (ABC), yang mana apabila satu komponen terganggu, maka komponen lain akan bereaksi. Atau bahasa kerennya "multiple effect" kali ya. Hehe

Bicara soal alam dan lingkungan, ada hal yang menarik (seharusnya) di bulan-bulan ini. Yap, untuk wilayah zona ekuatorial (Kalimantan dan sekitarnya) harusnya bulan ini mereka berada di musim kemarau. Yang mana, biasanya kejadian alam luar biasa (kenapa disebut luar biasa? karena ini mempengaruhi banyak aspek) terjadi di bulan-bulan ini: Kebakaran Hutan dan Lahan.

Awal Juni lalu, EcoBloggerSquad berkolaborasi dengan Auriga Nusantara dan Yayasan ASRI, membahas topik yang menarik, bertemakan "Cegah Karhutla, Cegah Pandemi" , pembahasan disajikan dalam dua bagian utama: Materi Karhutla yang disampaikan oleh Dedy Sukmara (Direktur Informasi & Data Auriga Nusantara), dan materi mengenai Zoonotic Disease yang disampaikan oleh dr. Alvi Muldani selaku Direktur Yayasan ASRI (Alam Sehat Lestari). Tulisan ini akan mengangkat basic pengetahuan mengenai dua topik di atas, teman-teman pembaca juga bisa mengunjungi blog #EcoBloggerSquad member lainnya karena tentu pembahasannya lebih diverse dari beraneka sudut pandang.

Apa sih kebakaran hutan dan lahan?

mungkin istilah kebakaran hutan dan lahan sudah tidak asing lagi ya di telinga kita. hampir sepanjang tahun fenomena itu terjadi. hutan rusak, flora dan fauna banyak yang mati, masyarakat di sekitarnya mengalami penyakit pernafasan (ISPA) hingga menyumbangkan porsi yang tidak bisa dipandang sebelah mata untuk gas rumah kaca (GRK). 

Kebakaran Hutan (c) Tempo, 2019

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) didefinisikan sebagai fenomena terbakarnya kawasan hutan dan lahan (gambut) yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 

1. Faktor Alam: faktor alam yang berperan dalam hal ini adalah pemicu karhutla seperti sambaran petir, gunung meletus, dan kemarau berkepanjangan akibat El Nino Southern Escillation (ENSO) di wilayah pasifik dan sekitarnya. 

2. Faktor Manusia: faktor manusia sering dianggap menjadi faktor dominan dalam fenomena karhutla. pantaugambut.id menyebutkan bahwa lebih dari 90% kejadian karhutla disebabkan oleh ulah manusia. baik sengaja melakukan pembakaran atau tidak sengaja (kelalaian) dalam menggunakan api. Baik melalui praktek pembukaan lahan, perburuan, penggembalaan, konflik lahan, maupun aktivitas lainnya. 

Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan sepanjang 2015-2020, terjadi dua puncak kebakaran hutan, yaitu pada tahun 2015 (2,6jt ha) dan 2019 (1,6jt ha). Sementara itu luas kebakaran secara kumulatif, kebakaran hutan paling banyak terjadi (Provinsi Api/Provinsi yang "langganan kebakaran" atau memiliki potensi (industri ektraksi yang berafiliasi dengan kehutanan) di Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, Kalimantan Selatan, NTT, Riau, dan Kalimantan Barat. 

luas kebakaran hutan tahunan 2015-2020, sumber: Auriga Nusantara

Apa dampaknya? selain yang sudah disinggung diatas, dampak kebakaran hutan yang menyumbangkan porsi deforestasi juga berimbas ke banyak aspek hingga ke ecological collapse. Salah satu aspek yang terkena imbas adalah makhluk hidup di hutan itu sendiri. selain flora, fauna juga menjadi korban dalam kebakaran hutan.

kebakaran hutan secara besar-besaran dapat memicu terjadinya fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat menjadikan habitat yang lebih luas (awalnya mereka tinggal di tempat yang lebih luas dan berkelanjutan) berubah menjadi lebih kecil/ter-fragmentasi menjadi beberapa bagian. Hal ini sering dipercaya juga sebagai awal mula kepunahan spesies tertentu loh!

Kemudian, apa kaitannya kebakaran hutan, fragmentasi habitat, zoonotic disease, bahkan sampai pandemi?

Fragmentasi habitat yang kemudian menyebabkan fauna menjadi terfragmen (tempat tinggalnya), dalam hal ini karena kasusnya adalah kebakaran hutan, mereka tidak memiliki tempat tinggal maupun tempat mencari makanan "selayaknya normal". Disini hukum alam berjalan, kalau kata Eyang Newton, 

ada aksi, maka ada reaksi

Apa yang akan fauna lakukan? Mereka akan "menyapa" yang bukan wilayahnya, a.ka wilayah manusia. Pernah dengar harimau atau orangutan nyasar di kampung? Nah bisa jadi seperti itu, karena jalur lintasan habitat mereka terganggu, akhirnya mereka bingung, dan pergi ke kampung. 

Kebetulan, fauna ini kan bermacam-macam yah, dan masing-masing dari mereka bisa membawa patogen/bibit penyakit dan bisa ditularkan ke spesies lain termasuk manusia, yang kemudian kita kenal sebagai ZOONOTIC DISEASE, penyakit yang dibawa dan ditularkan oleh hewan ke manusia; Utamanya adalah spesies-spesies yang jarak jangkauannya tinggi; seperti nyamuk dan kelelawar. dan uniknya, banyak penyakit yang di"agen" i oleh kelelawar, termasuk pandemi yang terjadi saat ini: COVID-19. 

Berdasarkan riset dan data, transmition chain COVID-19 bermula dari kelelawar, kemudian ke pangolin (trenggiling), yang kemudian mengenai manusia. Mirip-mirip seperti Virus Nipah yang asalnya juga dari kelelawar buah yang kemudian nempel di daging babi dan dikonsumsi manusia. Kok lagi-lagi kelelawar sih?

"aku lagiii aku lagii"- kelelawar (c: BBC)

menurut penuturan dr Alvi dari Yayasan ASRI, kelelawar ini merupakan salah satu agen patogen yang unik. Kenapa? dia adalah mamalia nokturnal yang terbang, dalam hal ini jangkauannya luas. dan sistem di tubuhnya memiliki tingkat imunitas yang berbeda dengan mamalia yang lain, sehingga ketika dia terkena atau membawa penyakit tertentu, si kelelawar ini akan baik-baik saja dan tetap bisa beterbangan. TETAPI, ketika ada makhluk hidup yang tertular, bisa jadi resistensinya akan berbeda atau tidak se kebal kelelawar, akibatnya ketika patogen tersalurkan dan menemukan inangnya, dan lalu menular (breakout), dia akan menjadi wabah. Ketika wabah meluas karena adanya faktor tambahan seperti mobilitas penduduk, urbanisasi, dan perubahan iklim... maka bisa menjadi pandemi. Seperti yang kita alami saat ini. 

Nah, sekarang terjawab kan linkages antara karhutla dan zoonotic disease yang menyebabkan pandemi? Heemmm... 

selain menjaga prokes dengan ketat untuk mencegah pandemi lebih parah lagi, ada beberapa usaha preventif dimulai dari regulasi terkait tata kelola kehutanan hingga regulasi untuk diri kita sendiri sebagai masyarakat yang sadar lingkungan.

Yang pertama, terkait tata kelola untuk mencegah karhutla makin luas antara lain:

  • Memperluas moratorium hutan dan gambut
  • Meningkatkan penegakan hukum
  • Restorasi hutan dan gambut terdegradasi
  • Mendukung komunitas pemadam kebakaran dan kapabilitas pemantauan
  • Memberi insentif ekonomi untuk tidak membakar
Kemudian, sebagai masyarakat sadar lingkungan, penting bagi kita untuk mengetahui chain of custody atau rantai ketertelusuran dari produk-produk yang kita gunakan. Pastikan kita memilih eco-label dan cermat membeli produk ya! 

Mari sehat melestari, #UntukmuBumiku!



  • Share:

You Might Also Like

0 comments