Pengalaman Keramas dengan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo & Conditioner
Hai Haiii, apakabar? semoga sehat selalu ya!
kali ini tanpa basa-basi, aku pengen membagikan pengalamanku membersihkan dan merawat rambut menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo + Kondisioner! :D
Scarlett mengeluarkan produk hair care yang bertajuk “Yordanian Sea Salt”. Nah waktu pertama kali paket shampoo dan kondisionernya dateng, sejujurnya aku langsung antusias banget karena pengen segera nyobain. Daaan, walaaa!! akhirnya kesampaian nyobain jugaa ;)
Yuk mari kita lihat satu per satu produknya:
yang pertama, adalah shampoo nya. dari segi kemasan, shampoo ini dikemas dengan botol plastik PET1 (sekali pakai) dengan tutup flip-top yang menjaga kemasan agar tidak mudah tumpah. selain itu ada pula second-layer shield yang memastikan bahwa kemasannya aman dan tidak tumpah meskipun paketnya dikirim sampai nun jauh disana.
untuk beratnya, kurang lebih 400gr dan volume bersihnya adalah 250 ml. Hm.. lumayan banyak ya untuk ukuran shampoo botol!
saat pertama kali membuka segel dan botolnya, kesan pertama shampoo ini adalah:
WANGI BANGET!
yup. kesan pertama yang muncul adalah, ini wangi bunga… yang soooo Asia: Magnolia! bunga yang dari kejauhan mirip-mirip bentuknya sama Sakura, tapi wanginya segar-manis khas musim semi.
untuk teksturnya, agak cair yaa.. dan bening dengan base warna biru. waktu pertama nyobain dan netesin ke tangan, mungkin kekentalan atau viskositasnya 75:25 liquid:solid, jadi ya fine-fine ajaaa :D untungnya tutup botolnya sangat secure.
dari segi ingredients/komposisi, terlihat jelas di informasi di bagian belakang kemasan. dan sesuai nama produknya, di komposisi juga ada kandungan “sea salt”, meskipun bukan yang mendominasi keseluruhan bahan shampoo. Kalau teman-teman jeli, di situ ada beberapa formula cleansing atau pembersih dan fragrance.
berdasarkan claimnya (Sumber: https://scarlettwhitening.com/product/yordanian-sea-salt-shampoo/ ), ada beberapa manfaat dari produk ini, antara lain:
Membantu mengurangi kadar minyak berlebih di kulit kepala.
Membantu mengurangi kulit kepala atau ketombe.
Membantu menstimulasi pertumbuhan rambut.
Membantu memperkuat folikel rambut.
Membantu membuat rambut jadi lebih bervolume.
yang kedua, adalah conditioner nya. Selepas keramas menggunakan shampoo, kadang rasanya tidak afdhol kalau tidak dilengkapi dengan kondisioner. Nah, di Scarlett, rangkaian perawatan rambut ini juga ada kondisionernya. awalnya aku ngira warnanya bakal sama, eh ternyata beda :D kondisioner Scarlett Yordanian Sea Salt berwarna pink unyu! :D
sama dengan shampoonya, berat produk adalah 400 gr dengan volume 250 ml dan menggunakan kemasan botol PET1 tutup flip-top. untuk harga, sama juga dengan shampoonya, yakni Rp.75.000;
Dan lucunya, awalnya aku ngira kalau wanginya bakalan sama dengan shampoo. Tapi ternyata saya salah besar fergussooo hahahhaa. Kalau tadi kesan ketika nyobain shampoonya adalah wangi bunga yang segar-manis, maka conditioner ini “melengkapi” wangi tersebut dengan ciri khas wanginya, yaitu: bunga sedap malam. masih aroma Asia. perpaduan keduanya menghasilkan wangi yang sangaaaatt elegan!
untuk teksturnya, mungkin agak bertolak belakang dengan shampoo yang sedikit encer ya. untuk kondisioner, kekentalan atau viskositasnya 65:35 solid:liquid. jadi agak kental yang… ya kental :D somehow aku butuh effort untuk mengeluarkannya dari botolnya, apalagi kalau suhu udara di lingkungan sedang rendah, itu agak susah keluar dari botol :D
komposisi untuk kondisioner ini juga terdapat di bagian belakang botol kemasan. sama seperti shampoo nya, di kondisioner nya juga ada kandungan sea salt, kandungan softener, dan tentu fragrance. Oh ya, temen-temen gausah khawatir ya, baik produk shampoo maupun kondisionernya sudah teregistrasi BPOM, detilnya ada di barcode di bagian belakang kemasan yaa!
nah untuk klaim nya sendiri, ada beberapa manfaat yang di claim dari produk ini (Sumber: https://scarlettwhitening.com/product/yordanian-sea-salt-fragrance-conditioner/ )
Membantu melembutkan rambut.
Membantu menstimulasi pertumbuhan rambut.
Membantu memperkuat folikel rambut.
Membantu membuat rambut jadi lebih bervolume dan mudah diatur.
untuk overall review, selama 2 minggu pemakaian, seperti yang aku sebutkan diatas kesan-dan pesan informasi produknya, ada beberapa hal yang aku rasakan (*disklaimer: rambutku panjang, lurus, kering, dan aku pakai hijab ya):
WANGI BANGET! ini mah gausah diragukan lagi yaa untuk produk-produk Scarlett emang terkenal dengan wanginya yang khas, segar, elegan, dan long lasting (wanginya tahan 2 hari an)
kalau dari segi ketombe: berkurang sih di aku, gak kerasa gatal juga.
rontok? so-so, ini tantangan untuk rambut panjang yang berhijab. memang rawan rontok mau dipakaiin apapun :D cuma mungkin bagi teman-teman yang kondisi rambutnya engga se-panjang dan se-kering rambutku, mungkin kerontokannya bisa terbantu untuk berkurang :D
ber-volume? iya, tapi karena rambutku udah tipe yang normal-kering, jadi kesannya makin ngembang dehh
halus? sebenernya after-used nya iya. tapi itu tadi, karena rambutku kering , jadi halusnya gak terlalu tahan yang lama banget. that’s why memang harus pake kondisioner kalo keramas, dan somehow kondisionernya aku banyakin hahaha.
but overall, produknya efektif membersihkan rambut dan menjadikannya segar dan wangiii!! suka banget pokoknya sama wanginya!
teman-teman yang tertarik baru mau nyoba/beli, bisa didapatkan di toko resmi scarlett melalui link: https://linktr.ee/scarlett_whitening
dan kalau udah nyoba atau mau berbagi pengalaman, boleh banget drop komentar di kolom komen web ini yaa!
Pentingnya Memahami Keanekaragaman Hayati untuk Ketahanan Pangan
Hai haai, apa
kabar semua? Semoga tetap sehat ya dan tetap fit juga. Hmm, di bulan Ramadhan ini,
terutama di Indonesia, meskipun puasa, tapi kegiatan kulineran masih tetap
berjalan ya. Terutama menjelang buka puasa, yang sering kita sebut ngabuburit.
Anyway, berbicara
soal makanan dan bahan pangan, mungkin selama ini kita mengenal beberapa jenis
bahan pangan yang-sangat familiar-dan digunakan oleh hampir seluruh penduduk di
Indonesia. Seperti beras, atau kebutuhan pokok pangan lain seperti gula, minyak
goreng (yang sedang mahal-mahalnya), dan masih banyak lagi.
Tapi kayaknya
gak cuma harga minyak goreng ya yang meroket, melainkan hampir seluruh
kebutuhan/komoditas pangan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Sementara
itu, berdasarkan data yang dihimpun oleh databoks.id, Global Food Security Index
(GFSI) mencatat bahwa skor indeks ketahanan pangan di Indonesia di tahun 2021 adalah
sebesar 59,2 atau peringkat 69 dari 113 negara, turun sekitar 2,2 poin dari
tahun 2020 yang skornya mencapai 61,4.
Loh kok peringkatnya ga bagus? Katanya negara dengan iklim tropis yang kaya?
Yup,
ngomongin soal kekayaan alam, Indonesia berani diadu. Mulai dari kekayaan
sumberdaya energi dan mineral, sampai dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya.
Sayangnya, kebutuhan akan pangan yang semakin meningkat ini tidak diimbangi
dengan supply-shed nya, karena jenis komoditas yang diedarkan di pasaran ya “itu-itu
saja”. Padahal, keanekaragaman hayati di Indonesia luar biasa loh!
Bicara soal
keanekaragaman hayati atau kehati, minggu lalu, #EcoBloggerSquad
mengadakan online gathering yang membahas secara khusus dan cukup detil
mengenai pengantar keanekaragaman hayati. Materi disampaikan oleh Ibu Rika
Anggraini, Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan Kehati.
![]() |
Online Gathering bersama Yayasan Kehati (sc: EBS) |
Sebenernya apa
sih, keanekaragaman hayati itu?
Keanekaragaman
hayati, atau biodiversitas (biodiversity) merupakan variasi dan
variabilitas kehidupan di bumi di semua tingkat sistem biologis, termasuk
molekul, organisme, populasi, spesies, dan ekosistem.
Nah ini adalah
gambar contoh perbedaan di tingkatan kehati:
Tingkatan kehati (sc: Yayasan Kehati)
Bisa dilihat
kan, ya? Mulai dari tingkatan ekosistem, spesies, dan genetik… semuanya kaya dan
penuh penciri; dan tentu memiliki manfaat yang luar biasa bagi kita manusia
asalkan dikelola dengan sebaik dan sebijak mungkin. Disinilah arti dari keanekaragaman
hayati sebagai sistem penunjang kehidupan, karena tidak dimungkiri bahwa kita
memperoleh obat-obatan, meakukan aktivitas perkebunan, pertanian, dan mencari
sumber pangan adalah juga dari “jasa” keanekaragaman hayati.
Selain sebagai
sistem penunjang kehidupan, kehati juga memiliki peran dalam jasa lingkungan
hidup, diantaranya: Menyediakan sumberdaya air dan mengatur tata air tanah, menjaga
dan melindungi kesuburan tanah, menyerap karbon dan menjaga stabilitas iklim, mengurai
dan menyerap polusi udara, memelihara kelestarian ekosistem, dan menjaga
keseimbangan kehidupan manusia dengan alam.
Wah mantep, banyak dan vital banget gak tuh?? Wkwk
Nah balik
lagi sama judul topik diatas. Apasih hubungannya kehati dengan ketahanan
pangan?
As we
mentioned above, gak
semua komoditas pangan itu memiliki supply-shed yang bagus. Kadang terjadi
kelangkaan yang menyebabkan harga komoditas tertentu naik sekali (meskipun sebenernya
ketersediannya melimpah seperti bahan minyak goreng, eh). Nah ketika
terjadi (amit-amit) kelangkaan sumber pangan, atau harganya tidak terjangkau, maka
disinilah pentingnya memahami dan mengetahui keanekaragaman hayati; bahwa ada
banyak sekali alternatif substitusi pemenuhan kebutuhan pangan.
Misalnya:
kita gak selalu harus mengonsumsi beras, bisa juga disubstitusi dengan singkong,
jagung, sorgum, atau sumber karbohidrat lainnya. Begitu pula dengan ikan; misal
kita ingin mendapatkan ikan dengan kandungan omega 3 yang tinggi; gak harus
ikan salmon yang harganya mahal; ikan gembung pun bisa. Hehe
Atau misal
lagi nih, minyak goreng sawit yang langka dan mahal, kita ga harus terus
menggoreng kok, bisa direbus juga *eehhh ga harus menggunakan
minyak goreng sawit jika kita bisa mensubstitusinya dengan minyak kelapa,
misalnya. Kan sesama dari keluarga palmae juga kaann.. hihi
![]() |
Sc: boredpanda |
Nah, ternyata,
Indonesia ini kayaaa banget! Saking kayanya, Indonesia memiliki 17% dari seluruh
jumlah spesies di dunia (padahal Indonesia luasannya cuma 1,3% dari wilayah
permukaan bumi); dan untuk bahan pangan sendiri, kita memiliki berbagai jenis flora
dan fauna yang sangat banyak; mungkin kalau kita mngetahui semuanya, mungkin
kita akan bingung mau mensubtitusi bahan A dengan bahan atau sumber pangan yang
mana. Karena apa? Karena saking banyaknya!
keanekaragaman pangan (sc: Yayasan Kehati) |
Selain untuk
substitusi bahan pangan, keanekaragaman hayati di level genetik juga sangat
membuat kita amaze dengan ciptaan Tuhan. Contohnya pisang. Kita bahkan
bisa bebas memilih mau pisang kapok, pisang raja, pisang ulin, pisang barangan,
dan lain-lain ketika di pasar! Rasa dan penggunaannya pun bisa berbeda-beda
tergantung selera.
beranekargam jenis pisang (sc: Yayasan Kehati) |
Nah kan,
bisa dibayangkan kalau keanekaragaman hayati kita semakin menurun, apa yang
akan terjadi? Yup. Ketidakseimbangan ekosistem dan bahkan dapat mengakibatkan
kelangkaan komoditas. Belum lagi perubahan iklim yang semakin mengancam bumi
dan lingkungan.. after effect nya pasti akan sangat banyak, bahkan bagi
keberlangsungan hidup kita sendiri.
Oleh karena
itu, yuk sama-sama kita sadar akan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati
melalui pendidikan berbasis keanekaragaman hayati sejak dini; menerapkan gaya
hidup ramah lingkungan, serta bersama-sama menjadi “agent of change” yang
konsisten mendorong adanya perubahan di masyarakat untuk lebih peduli terhadap
lingkungan.
5 alasan kenapa kita harus (paling tidak) mencoba berjalan kaki ketika berangkat/pulang kerja
Hai-haaii.
Apa kabar niih? Di tengah kegiatan dan travel yang pembatasannya sudah mulai
dilonggarkan, apakah teman-teman sudah pada WFO? Hmm… sepertinya banyak
dari kita yang sudah mulai WFO ya sejak kebijakan pandemi mengalami
pelonggaran.
Ngomong-omong
soal WFO, biasanya kita ke kantor pakai transportasi apa? Apakah menggunakan
kendaraan umum/pribadi/berjalan kaki?
Berdasarkan
berita yang dihimpun oleh detik.com, ternyata jumlah pejalan kaki di Indonesia
masih sangat rendah loh! Masyarakat banyak memilih untuk menggunakan kendaraan
bermotor/berbahan baku energi fosil untuk melakukan mobilitas.
Padahal,
kalau dipikir-pikir, jalan kaki juga somehow menarik juga yaa ketika kita
mau berangkat ke tempat kerja atau juga pulang ke tempat kerja.
Rata-rata,
masyarakat kita masuk kantor/memulai pekerjaan pada pukul 08.00 WIB dan selesai
di pukul 17.00 WIB, dengan jarak dari tempat tinggal ke kantor yang cukup bevariasi.
Untuk di Jabodetabek dan Joglosemarkerto atau daerah-daerah aglomerasi di
Indonesia, sudah tersedia transportasi publik seperti Commuter Line/KRL. Namun
tak sedikit juga yang masih menggunakan kendaraan pribadi meskipun jarak ke
tempat kantor masih terbilang dekat (radius 1-2 km).
Sementara itu,
data dari World Bank menunjukkan bahwa emisi CO2 per metric tons per
kapita di Indonesia terus mengalami peningkatan (yang cukup signifikan dan
cenderung fluktuatif) dari waktu ke waktu
![]() |
Source: https://data.worldbank.org/ |
Sementara itu,
di sektor transportasi sendiri, Indonesia juga mengalami peningkatan emisi
karbon dari tahun ke tahun. Tahun 2016, sektor transportasi menyumbangkan 157,0
MT (Metrik Ton) emisi CO2.
![]() |
Source: https://www.carbonbrief.org/ |
Waaw, angka
yang terus menerus naik dan banyak ya, bestie~
Jika
dibiarkan terus menerus, emisi CO2 bisa mengakibatkan beberapa dampak serius. Salah
satunya yang paling kita kenal adalah perubahan iklim, yang mana perubahan
iklim ini multiplayer effect-nya juga bukan main: bencana
hidrometeorologis, krisis pangan, meningkatnya indeks ketidaknyamanan udara,
bahkan berkurangnya spesies di bumi.
Nah, salah
satu alternatif untuk membantu mengurangi emisi CO2 adalah dengan meminimalisir
penggunaan kendaraan/transportasi berbahan bakar bensin. Tapi kan itu agak
susah ya, apalagi bagi kita-kita yang mobilitasnya tinggi?
Hmm, memang
betul. Tapi, bagi kita-kita yang at least jarak tempat tempat tinggal ke
tempat yang ingin dikunjungi masih di radius 1-2 km, tidak ada salahnya loh
buat mengambil langkah kecil. Yakni dengan cara jalan kaki!
Termasuk ke
tempat kerja!
Ada beberapa
alasan kenapa kita harus jalan kaki ke tempat kerja (yang jaraknya masih dapat
dijangkau dengan jalan kaki instead of menggunakan kendaraan bermotor):
1. Hemat
Hmmm, di radius 1-2 km ketika kita menggunakan kendaraan pribadi, paling
tidak kita akan mengeluarkan uang untuk bensin. Haha. Atau ketika kita
menggunakan kendaraan umum, kita akan mengeluarkan at least Rp.3000; dan untuk
ojek online sekitar Rp.14.000 (di Jabodetabek). Nah, dengan jalan kaki, akan
ada porsi-porsi rupiah yang bisa ditabung ataupun masuk ke platform investasi! Hehe
2. Sehat
Beberapa dari kita, kadang tidak sempat berolahraga di hari-hari kerja. Dengan
jalan kaki, setidaknya ada otot-otot yang digerakkan lebih intens dan bisa
berkeringat juga. Hehe. Biasanya untuk jarak 500m diperlukan waktu tempuh
sekitar 15 menit. Nah kan, lumayan kalau jalan kaki tiap hari bisa tercapai lah
yaa target olahraga 30 menit seharinya. Hohohooo
3. Lebih aware dengan kondisi sekitar
Dengan berjalan kaki, ada beberapa hal simple yang mungkin bisa kita
amati lebih detil. Seperti misalnya apakah ada penambahan jajanan baru di jalan
yang kita lewati haha. Intinya, banyak hal kecil yang akan sulit diamati ketika
kita mobile dengan kendaraan bermotor, apalagi kalau kecepatannya
tinggi. Hehe
4. Sarana me-re-fresh pikiran
Ada yang pernah mengatakan bahwa dengan berjalan kaki dan menerapkan slow-living,
pikiran kita menjadi lebih fresh karena kita bisa menikmati “momen” yang
ada di saat tersebut. Selain menikmati momen, somehow dengan berjalan
kaki kita bisa nyambi buat self-reflection. Tapi harus tetep
fokus ya lihat jalan!
5. Ramah lingkungan
Nah kalau ini alasan yang tidak bisa dipungkiri lagi. Karena kita meminimalisir
penggunaan bahan bakar fosil, secara tidak langsung kita juga turut andil untuk
menyayangi lingkungan. Asal bukan jalan kaki sambil nyampah bungkus
snack/AMDK yaa.
Nah, jadi
itu dia 5 hal baik yang bisa kita rasakan dengan jalan kaki. Selain baik untuk
kita, juga baik untuk bumi looh!
Kamu ingin
bergabung bersama untuk menyayangi bumi? Pilih aksi sederhanamu di https://teamupforimpact.org/team-up-everyday
dan mari bersama-sama melakukan kebaikan-kebaikan kecil yang berdampak besar!
Sensasi Mandi dengan Pilihan Parfum Mewah: Pengalaman menggunakan body wash Scarlett Charming, Freshy, dan Jolly
Haii haaii… kali ini aku mau cerita soal pengalamanku menggunakan produk Scarlett Body Wash (Brightening Shower Scrub) yang terdiri dari 3 varian, yaitu Charming, Freshy, dan Jolly. Nah sebelumnya mungkin udah pernah ku ulas juga untuk varian “Coffee” disini.
Nah, sebenernya, apa sih bedanya varian-varian di body wash Scarlett?
Hmm… mungkin aku gak perlu lagi menjelaskan panjang lebar soal brand ya, karena pasti semua pada tau brand ini. Hihi, selain produk face-care, produk-produk body-care milik scarlett juga oke punya! Yuk intip bareng-bareng 😉
General Review
Packaging and Product
Botol flip-flop dengan tutup ber-embos berwarna putih merupakan ciri khas dari Scarlett Brightening Shower Scrub ini. Kemasannya yang tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil menjadikannya nyaman digunakan di rumah maupun saat bepergian. Volumenya yang sekitar 300ml juga pas digunakan sehari-hari tanpa takut cepat habis (kecuali kalau makainya berlebihan ya :D). Nah, varian-varian ini selain dibedakan berdasarkan nama, juga bisa dengan mudah dibedakan berdasarkan warna, seperti gambar dibawah ini:
Pengemasan produk barunya sangat secure karena dilapisi plastik juga. Dan botol yang digunakan memiliki label PET1, artinya botol tersebut merupakan botol sekali pakai. Nah agar teman-teman bisa menyiasati secara eco-friendly, teman-teman bisa mendaur ulang botol bekasnya, atau jika ingin membuang botol bekas maupun plastik kemasannya, jangan lupa dipisahkan dan dikategorikan ke sampah plastik/sampah non-organik yaa!
Selain itu, di bagian kemasan produk juga tertera nomor BPOM, logo halal, non-animal tested, informasi ingredients, serta pembuat dan distributor produk. Bisa dijumpai dengan mudah juga untuk expired date yang tertera di bagian badan botol; jadi jangan khawatir soal informasi-informasi penting tersebut ya!
Benefit Claims
Meskipun memiliki varian yang beraneka ragam, benefit claim dari Scarlett Brigtening Shower Scrub ini cenderung kompak, yakni:
- Mencerahkan (brightening)
- Melembapkan (moisturizing), dan
- Membersihkan (cleansing).
Dengan highlight kandungan Vitamin E dan Glutathione, serta adanya kandungan mild beads yang berfungsi sebagai smooth exfoliating/membersihkan daki dan kotoran yang ada di tubuh.
Hmm, karena benefit claimsnya lumayan seragam, dan aku pengen tetep bisa bahas satu per satu variannya, maka aku mau coba ulas per varian dengan highlight perfumery nya. Kenapa gitu?
Karena mereka WANGI BANGET yang BIKIN MOOD NAIK SAAT MANDI 😊)
Charming
Yang aku ulas pertama adalah Charming. Aku suka sama warnanya haha. Unguuuu :3
Nah, waktu aku buka tutup botolnya pertama kali, langsung berasa … “hmmm, seperti aroma khas wewangian Timur Tengah.” Wanginya cukup strong, tapi elegan. Setelah mengidentifikasi after-used nya, ada aroma Saffron dan Melati yang cukup kuat; lalu diselingi wangi amberwood dan sedikit aroma cedar.
Sejenak mikir lalu ketemu aha moment, yup! Ini adalah wangi khas Baccarat Rouge 540, atau juga mirip-mirip sama parfum Mykonos x Paula Serena Avra Kehdabra, atau Red Fixation-nya The Body Shop.
Freshy
Si kuning yang menyegarkan, seperti namanya. Haha. Fresh!
Kesan pertama saat memakai?
Karena kebetulan saya juga makai Jo Malone English Pear and Freshia, sudah pasti berhasil mengidentifikasi kalau aroma Scarlett Brightening Shower Scrub varian Freshy ini adalah wangi parfum segar itu. Hahaha. Cucok meong lah, abis pakai body washnya, lalu diperkuat dengan aroma parfum yang sama. Siap segar sepanjang hari!
Wanginya ada kesan crisp, juicy, sweet, dan fruity!
Jolly
Hmmm… sepertinya ini varian yang cukup baru diluncurkan oleh Scarlett ya?
Warna peach yang segar dan feminim menjadi khas varian Jolly. Sebelumnya, saya juga pernah me-review body lotion varian Jolly disini.
Sama dengan varian yang lain, di body wash ini aku langsung “ring a bell” aroma parfum mbak-mbak kantoran yang sangat elegan. Yup, YSL Black Opium. Wangi untuk body wash ini mirip dengan wangi body lotionnya.
YSL Black Opium sendiri memiliki kesan aroma warm and spicy. Mungkin lebih sering dipakai untuk acara-acara formal ya…
Setelah 2 minggu penggunaan?
Moist atau tidak?
Awal-awal digunakan mungkin karena kulit mengalami penyesuaian, jadi di awal cukup kering ketika habis mandi dan tidak segera diolesi body lotion. Namun setelah penggunaan di hari ke-3 dan seterusnya, rasanya nyaman dan bikin lembab juga.
Apakah mencerahkan?
Ini setiap review soal brightening agent, sejujurnya aku kesulitan, karena kulitku alami sawo matang dan sepertinya tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan mau dikasih apapun juga :D
Jadi untuk part ini aku kesulitan mengidentifikasi hasil di kulitku sendiri. mungkin teman-teman mau mencobanya? Bisa share pengalamannya juga yaa!
Bagaimana dengan efektivitas membersihkan?
Ini bagian yang aku suka dari Scarlett Body Wash. Meskipun busanya tidak terlalu melimpah ketika diaplikasikan dengan menggunakan telapak tangan (jadi kalau mau dapat busa yang melimpah bisa pake shower puff ya!), tapi efektif membersihkan kotoran di tubuh.
Pernah suatu hari aku keringetan banget, dan kemudian mandi pakai body washnya. Mungkin busanya tidak terlalu muncul jika dibandingkan dengan mandi ketika kondisi tubuh tidak terlalu berkeringat, namun yang aku lihat dan amati adalah, beadsnya mengeksfoliasi dengan lembut dan membersihkan kotoran di tubuh. Hasilnya? Ya bersih :D
Overall Conclusion
Secara umum, ketiga varian ini memiliki claim manfaat yang hampir serupa, namun jika teman-teman mau memilih, mungkin pilihan dari preferensi aroma akan sangat membantu. Jika mau yang aromanya khas timur tengah yang strong dan tetap elegan, bisa memilih varian Charming. Jika mau wangi khas musim gugur Britania Raya yang crisp bisa memilih varian Freshy. Dan jika mau wangi yang sensual, hangat dan pekat (tapi juga elegan) bisa pilih varian Jolly.
Personally, favoritku adalah varian Jolly. Karena aku suka wanginya. Meskipun demikian, semua varian ini juga menarik untuk dicoba. Selain membersihkan badan, body wash ini juga membantu mood naik saat mandi!
Bagaimana? Tertarik mencoba semua variannya?
Teman-teman juga bisa cek produknya di link ini: https://linktr.ee/scarlett_whitening atau bisa kunjungi toko resmi (reseller) yang menjual produk Scarlett 😊
Peran Penting Traceability Feedstock dalam Pengembangan Energi Biofuel yang Berkelanjutan
Hai hai hai, apakabar? Semoga sehat selalu yaa. Selamat datang di Blog Futuha, blog yang kadang bahas hal-hal unfaeda, tapi juga kadang bahas hal berfaeda. Dan tulisan ini adalah salah satunya hal yang berfaeda :D
By the way, temen-temen udah pernah denger
belum sih tentang transisi energi dari bahan bakar fosil ke bahan bakar nabati?
Atau mungkin, sebelumnya temen-temen ketika mampir di SPBU ngeuh gak sih kalau
ada tulisan “biosolar” di salah satu stasiun pengisian bahan bakar?
Nah, sebelumnya, udah pada tau belum apa itu
biosolar/biofuel/biodiesel? Kalo berdasarkan definisinya, Biodiesel atau
disebut juga dengan biosolar merupakan bahan bakar alternatif berupa ester
metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) yang dihasilkan dari
bahan alami seperti dari kelapa sawit, jarak pagar, randu, kelapa, kecipir,
kelor, kusambi, nimba, kepoh, nyamplung, siur, bidaro, kemiri cina, maupun
lemak hewani. Bahan baku utama dari biodiesel di Indonesia saat ini yang
digunakan adalah minyak kelapa sawit (CPO).
Kebetulan banget nih, kemaren tanggal 12
November 2021, #EcoBloggerSquad ngadain online gathering bertajuk pengenalan
biofuel. Diisi oleh 2 pemateri yang luar biasa, Kak Kukuh dari Yayasan Madani
Berkelanjutan dan Kak Ricky dari Traction Energy Asia, materi ini gak hanya
berfokus pada apa itu biofuel, tapi juga ada penjelasan terkait “bener gak sih
biofuel itu BENERAN RAMAH LINGKUNGAN?”
((BENERAN))???
Kalau dilihat dari narasinya, Biofuel a.k Bahan
Bakar Nabati (BNN) digadang-gadang sebagai transisi energi dari bahan bakar
fosil karena dinilai lebih ramah lingkungan. Eits waittt! Apakah alasan
transisinya hanya itu saja?
Ternyata oh ternyata, hal ini lebih ditekankan
karena sektor migas di Indonesia yang terkait bahan bakar fosil mulai kesulitan
untuk surplus, bahkan sudah mengalami “nett importer”. Artinya, kita sendiri
tuh karena sebegitu butuhnya sampai harus mengimport. Kalau dari data
Kementerian ESDM, Indonesia bisa memproduksi 700ribu barel minyak bumi sehari,
namun kebutuhan kita mencapai 1,5 juta barel per hari.
Nah, untuk “mengamankan” nya maka perlu dilakukan
transisi energi. Dan salah satu upaya dalam pengembangan transisi energi ini
adalah dengan energi alternatif, yakni bahan bakar nabati (BBN)
Biodiesel di Indonesia dikembangkan
sejak tahun 2001 melalui Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain
(BTBRD) dan pada tahun 2006 ditetapkan Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk
biodiesel (SNI 04-7182-2006)[1]. Program
mandatori biodiesel mulai diimplementasikan pada tahun 2008 dengan kadar
campuran biodiesel sebesar 2.5% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 7,5%.
Pada periode 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan menjadi 10%-15%
dan pada 1 Januari 2016 kadar biodiesel ditingkatkan hingga 20% atau yang
dikenal sebagai B20 (20% Biodiesel, 80% solar). Per September 2018 dilakukan
perluasan insentif biodiesel ke non-PSO (Public Service Obligation) serta
dilakukan penyusunan spek B100 untuk pengujian B30. Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian ESDM menggalakkan program mandatori bahan bakar nabati
(biodiesel) melalui Peraturan Menteri ESDM No 32 tahun 2008 tentang Penyediaan,
Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati.[2]
Kemudian, dalam perjalanannya, di tahun 2016,
energi alternatif BBN tidak hanya digunakan sebagai energy shifting namun juga
sebagai strategi komitmen iklim yang tertuang dalam NDC (Nationally Determined
Contribution). Mengapa demikian?
Berdasarkan data dari Kementrian ESDM tahun
2019, pemanfataan biodiesel hingga tahun 2018 telah berhasil menurunkan emisi
GRK sebesar 5,61 juta ton CO2. Hal ini berarati menjadi nilai positif dong ya,
karena jika dilihat dari sektor transportasi, BBN ini emisinya gak lebih besar
daripada bahan bakar fosil lainnya. Tetapi, jika dilihat dari kacamata
value chain, apakah benar demikian?
biofuel supply chain network design and operations-semantic scholar
Ternyata, asal muasal biofuel kalau di
Indonesia sejauh ini masih dipegang oleh komoditas kelapa sawit, dan
berdasarkan publikasi LPEM UI, diperlukan sekitar 338.000 hektar lahan sawit
baru untuk scenario B-20 di tahun 2025, dan sekitar 3,87 juta hektar lahan
sawit baru untuk scenario B-100 di tahun 2025 (koaksi via madani).
Artinya apa? Semakin kita menuju transisi energi
biofuel, maka demand akan sawit serta potensi pembukaan lahan akan semakin
tinggi. Sementara itu, berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia itu ada di sektor FOLU
(Forest and Other Land Use).
![]() |
profil GRK di Indonesia (sc: KLHK) |
Apakah hubungan sawit dan FOLU? Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya, bahwa dalam praktik pembukaan kebun kelapa sawit,
dibutuhkan lahan. Nah untuk membuka lahan tersebut maka ada yang diubah. Dari yang
misalnya memiliki tutupan vegetasi heterogen menjadi lahan sawit monogen (satu
jenis tanaman). Disinilah ada potensi deforestasi dalam proses pembukaan lahan
sawit. Dan hal ini menyebabkan emisi GRK yang tinggi.
![]() |
Variabilitas GHG footprints di CPO (sc: Science Direct) |
Selain itu pada praktik perkebunan kelapa sawit
secara tidak langsung juga mengakibatkan adanya emisi GRK, seperti praktik
pemupukan dan operasional pabrik kelapa sawit untuk menghasilkan crude palm oil.
Masalah yang ada selama ini belum ditemukan
kebijakan yang secara eksplisit mengharuskan BBN berasal dari sawit
berkelanjutan atau yang memegang prinsip NDPE (No Deforestation, Peat, and
Exploitation). Meskipun ulasan dalam media Kementerian Ekonomi menyatakan bahwa
harus ada upaya dalam penerimaan rantai pasok sawit berkelanjutan, namun hal
ini agaknya menjadi urgent untuk diundangkan mengingat demand kelapa
sawit di berbagai sektor semakin tinggi. Cara yang mudah untuk mengetahui
apakah itu kelapa sawit berkelanjutan atau tidak adalah dengan mencaritahu apakah
sawit tersebut tersertifikasi RSPO/ISPO/MSPO/ISCC (standarisasi sertifikasi
kelapa sawit berkelanjutan).
Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengetahui ketertelusuran/traceability bahan baku (feedstock) dalam
implementasi energi terbarukan biofuel. Salah satunya untuk memastikan apakah
sumber bahan tersebut berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan
(tidak merusak lingkungan) atau responsible sourcing.
responsible sourcing (sc: proforest.net)
Selain memperhatikan traceability feedstock
dalam implementasi BBN di Indonesia, terdapat beberapa hal yang penting untuk
dilakukan, seperti diversifikasi feedstock (bisa merambah ke komoditas
lain seperti jagung, sekam padi, jarak, dan lain sebagainya); peningkatan
Good Agriculture Practice di sektor sawit itu sendiri, maupun pemanfaatan
limbah turunan sawit (minyak jelantah) yang juga mampu mendukung circular
economy.
Sehingga transisi energi dan strategi komitmen
iklim tidak menjadi isapan jempol semata. Mengingat manfaat program mandatori
penggunaan BBN dirasakan selain penghematan devisa dan cadangan sumberdaya
fosil, yaitu peningkatan nilai tambah CPO juga meningkatkan pertahanan tenaga
kerja petani sawit (dalam hal ini yang terlibat langsung dalam sourcing
biodiesel di Indonesia).
Kelapa sawit memiliki beberapa kelebihan dalam
menyediakan platform untuk produksi biodiesel di Indonesia. Pemanfaatan CPO
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saat ini masih sebesar 25%, hal ini
menunjukkan adanya potensi optimalisasi sumber energi terbarukan melalui
komoditas kelapa sawit. Pengembangan biodiesel diharapkan juga dapat menjadi
instrumen kebijakan untuk menjaga kestabilan harga CPO di Indonesia. Melalui
pengembangan industri biodesel, maka secara ekonomi dapat mendorong tercapainya
produksi minyak kelapa sawit yang optimal serta menekan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup maupun emisi gas rumah kaca. Sehingga pengembangan biodiesel
tidak hanya dipandang sebagai bagian dari upaya untuk menopang kemandirian
ketahanan energi nasional, tetapi juga dapat mencapai produksi energi yang
berkelanjutan sekaligus mendorong produksi kelapa sawit yang berkelanjutan di
Indonesia.