Membenarkan Keburukan agar Terlihat seperti Kebaikan: Mengintip Buku 'Saving Fish From Drowning'
By Futuha Sara - 18.32
"Bibi Chen is dead, and she wants to tell you a story."
Begitulah kira-kira sinopsisnya. Hahaha.
Sebuah buku karya Amy Tan, yang saya dapatkan dari teman saya, Priyambudi. Oiya, saya ingin menceritakan tentang penulisnya terlebih dahulu. Amy Tan. Seorang penulis berkebangsaan Amerika yang lahir di Oakland, 65 tahun silam. Amy Ruth Tan, begitu nama panjangnya, memiliki wajah seperti orang Asia (Dan dimungkinkan masih satu rumpun mongoloid). Karya-karyanya lebih menekankan kepada hubungan ibu dan anak, serta beberapa juga bercerita mengenai seorang Asia yang tinggal dan hidup di Amerika. Sementara itu, Saving Fish From Drowning merupakan karyanya di tahun 2005.
Awalnya saya bingung, kenapa saving fish from drowning diangkat menjadi sebuah judul?
Baiklah. Tokoh utama dalam buku ini adalah Bibi Chen, bersama 12 orang turis Amerika sedang melaksanakan visi perjalanan mereka "Menyusuri Jejak Sang Budha" Sementara itu, Bibi Chen sendiri merupakan pakar bisnis, pesohor, sekaligus anggota dalam Dewan Museum Seni Asia. Tapi jangan salah, Bibi Chen yang merupakan tokoh dalam cerita ini bukanlah seorang yang hidup. Melainkan "arwah"nya yang bercerita. Kesan pertama... Hmmm.. syereemm!! But wait, I want to give you some "adorable scenes".
Bibi Chen seharusnya yang memimpin wisatawan-wisatawan tersebut dalam ekspedisi dari pojok barat China di Provinsi Yunan, berlanjut ke selatan menuju Burma Road yang konon pada saat itu termahsyur, Dalam perjalanan, Bibi Chen meninggal dalam keadaan tragis: leher terbelit tali dan benda kecil seperti penggaruk rumput mengenai tenggorokan, anehnya, Bibi Chen sendiri juga mencari penyebab mengapa dia mati.
Di lain sisi, para wisatawan tersebut tetap melanjutkan perjalanan mereka dengan menyewa jasa pemandu -tak berpengalaman- yang berdampak, sebagian besar perjalanan mereka berantakan karena ketidaktahuan. Sementara itu, arwah Bibi juga mengawal mereka, sambil penasaran terhadap karakter-karakter wisatawan tersebut. Dalam perjalanan, ada beberapa kejadian menarik, seperti kutukan yang mengenai wisatawan karena mengencingi Goa "kelamin wanita" (pardon my grammar -__-), hilangnya pesawat, ataupun tersesatnya para penglana itu yang disajikan dalam guyonan agak berat. Namun cerdas. Bibi Chen sebagai seorang arwah tidak menceritakan misteri, namun menceritakan hal-hal konyol yang dialami wisatawan selama perjalanan, dan tentu, esensi dari suatu kelompok perjalanan, yang telah menyamakan tujuan, dan rasa percaya.
Pembahasan mengenai judul dibahas pada bab 6 (halaman 145):
“Seorang laki-laki yang saleh menjelaskan kepada para pengikutnya, “Mengambil kehidupan itu jahat, dan menyelamatkannya adalah tindakan yang mulia. Setiap hari aku berjanji akan menyelamatkan ratusan kehidupan. Kutebar jalaku di danau dan ratusan ikan pun terjaring. Kutaruh ikan-ikan itu di tepi danau, dan di sana mereka melompat-lompat dan menggeliat. “Jangan takut,” kataku pada ikan-ikan itu. “Aku menyelamatkan kalian supaya tidak tenggelam.” Tak lama kemudian ikan-ikan itu tenang dan berbaring diam. Tapi sayang, aku selalu terlambat. Ikan-ikan itu mati. Dan karena tidak baik untuk membuang apapun, aku membawa ikan-ikan mati itu ke pasar dan kujual dengan harga bagus. Dengan uang itu aku membeli lebih banyak jala supaya bisa menjala lebih banyak ikan”.
Dan kutipan di atas jelas membuat saya berfikir, tentang membenarkan suatu keburukan agar terlihat seperti kebaikan. "Saving Fish from Drowning" kiasan dari makna dalam 'sebuah penyelamatan yang sia-sia'. Ini mengerikan, sangat mengerikan. Dan mungkin umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani.
Tapi, mungkin, persoal baik dan buruk erat kaitannya dengan kesepakatan, dalih, persepsi dan terutama keyakinan. Oleh sebab itu, mengubah keyakinan seseorang jauh lebih memuaskan dibandingkan mempertunjukkan tipuan-tipuan yang hanya menimbulkan kekaguman sesaat.
Saya tidak ingin membahas banyak terkait keyakinan, tapi yang saya garis bawahi di sini adalah, kaitannya dengan kejadian-kejadian dunia yang terjadi saat ini. Jika suatu kelompok orang sudah beriman, dan memegang teguh suatu keyakinan, akan menjadi sangat diprioritaskan dalam konflik kepentingan, dibandingkan "makanan" sikap kemanusiaan yang universal. Kebaikan adalah harapan, ia adalah jawaban kenapa seseorang hingga saat ini bertahan hidup.
Untuk suporter "isi otak" saya, Priyambudi Putranto,
Terima kasih!
Yogyakarta, 24 Februari 2017
Begitulah kira-kira sinopsisnya. Hahaha.
Sebuah buku karya Amy Tan, yang saya dapatkan dari teman saya, Priyambudi. Oiya, saya ingin menceritakan tentang penulisnya terlebih dahulu. Amy Tan. Seorang penulis berkebangsaan Amerika yang lahir di Oakland, 65 tahun silam. Amy Ruth Tan, begitu nama panjangnya, memiliki wajah seperti orang Asia (Dan dimungkinkan masih satu rumpun mongoloid). Karya-karyanya lebih menekankan kepada hubungan ibu dan anak, serta beberapa juga bercerita mengenai seorang Asia yang tinggal dan hidup di Amerika. Sementara itu, Saving Fish From Drowning merupakan karyanya di tahun 2005.
Awalnya saya bingung, kenapa saving fish from drowning diangkat menjadi sebuah judul?
Baiklah. Tokoh utama dalam buku ini adalah Bibi Chen, bersama 12 orang turis Amerika sedang melaksanakan visi perjalanan mereka "Menyusuri Jejak Sang Budha" Sementara itu, Bibi Chen sendiri merupakan pakar bisnis, pesohor, sekaligus anggota dalam Dewan Museum Seni Asia. Tapi jangan salah, Bibi Chen yang merupakan tokoh dalam cerita ini bukanlah seorang yang hidup. Melainkan "arwah"nya yang bercerita. Kesan pertama... Hmmm.. syereemm!! But wait, I want to give you some "adorable scenes".
Bibi Chen seharusnya yang memimpin wisatawan-wisatawan tersebut dalam ekspedisi dari pojok barat China di Provinsi Yunan, berlanjut ke selatan menuju Burma Road yang konon pada saat itu termahsyur, Dalam perjalanan, Bibi Chen meninggal dalam keadaan tragis: leher terbelit tali dan benda kecil seperti penggaruk rumput mengenai tenggorokan, anehnya, Bibi Chen sendiri juga mencari penyebab mengapa dia mati.
Di lain sisi, para wisatawan tersebut tetap melanjutkan perjalanan mereka dengan menyewa jasa pemandu -tak berpengalaman- yang berdampak, sebagian besar perjalanan mereka berantakan karena ketidaktahuan. Sementara itu, arwah Bibi juga mengawal mereka, sambil penasaran terhadap karakter-karakter wisatawan tersebut. Dalam perjalanan, ada beberapa kejadian menarik, seperti kutukan yang mengenai wisatawan karena mengencingi Goa "kelamin wanita" (pardon my grammar -__-), hilangnya pesawat, ataupun tersesatnya para penglana itu yang disajikan dalam guyonan agak berat. Namun cerdas. Bibi Chen sebagai seorang arwah tidak menceritakan misteri, namun menceritakan hal-hal konyol yang dialami wisatawan selama perjalanan, dan tentu, esensi dari suatu kelompok perjalanan, yang telah menyamakan tujuan, dan rasa percaya.
Pembahasan mengenai judul dibahas pada bab 6 (halaman 145):
“Seorang laki-laki yang saleh menjelaskan kepada para pengikutnya, “Mengambil kehidupan itu jahat, dan menyelamatkannya adalah tindakan yang mulia. Setiap hari aku berjanji akan menyelamatkan ratusan kehidupan. Kutebar jalaku di danau dan ratusan ikan pun terjaring. Kutaruh ikan-ikan itu di tepi danau, dan di sana mereka melompat-lompat dan menggeliat. “Jangan takut,” kataku pada ikan-ikan itu. “Aku menyelamatkan kalian supaya tidak tenggelam.” Tak lama kemudian ikan-ikan itu tenang dan berbaring diam. Tapi sayang, aku selalu terlambat. Ikan-ikan itu mati. Dan karena tidak baik untuk membuang apapun, aku membawa ikan-ikan mati itu ke pasar dan kujual dengan harga bagus. Dengan uang itu aku membeli lebih banyak jala supaya bisa menjala lebih banyak ikan”.
Dan kutipan di atas jelas membuat saya berfikir, tentang membenarkan suatu keburukan agar terlihat seperti kebaikan. "Saving Fish from Drowning" kiasan dari makna dalam 'sebuah penyelamatan yang sia-sia'. Ini mengerikan, sangat mengerikan. Dan mungkin umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang kita jalani.
Tapi, mungkin, persoal baik dan buruk erat kaitannya dengan kesepakatan, dalih, persepsi dan terutama keyakinan. Oleh sebab itu, mengubah keyakinan seseorang jauh lebih memuaskan dibandingkan mempertunjukkan tipuan-tipuan yang hanya menimbulkan kekaguman sesaat.
Saya tidak ingin membahas banyak terkait keyakinan, tapi yang saya garis bawahi di sini adalah, kaitannya dengan kejadian-kejadian dunia yang terjadi saat ini. Jika suatu kelompok orang sudah beriman, dan memegang teguh suatu keyakinan, akan menjadi sangat diprioritaskan dalam konflik kepentingan, dibandingkan "makanan" sikap kemanusiaan yang universal. Kebaikan adalah harapan, ia adalah jawaban kenapa seseorang hingga saat ini bertahan hidup.
Untuk suporter "isi otak" saya, Priyambudi Putranto,
Terima kasih!
Yogyakarta, 24 Februari 2017